Pemanfaatan teknologi energi terbarukan modern saat ini lebih banyak dimanfaatkan di negara-negara industri dengan persentase sebesar 85% dan negara berkembang yang memiliki potensi ETlebih besar hanya menyumbang 15% dari total pemanfaatan ET dunia. Danyel Reiche (2004) menyebutkan beberapa kendala utama dalam pemanfaatan sumber ET dan juga menyebutkan beberapa hal yang dibutuhkan agar pemanfaatan sumber ET dapat cepat dilaksanakan.
1. Hambatan
Hambatan dalam konteks ini adalah faktor yang mempersulit atau menghalangi difusi teknologi ET yang dibedakan menjadi empat kelompok yaitu (i). Teknologi, (ii). Keuangan, (iii). kognitif, dan (iv). Kelembagaan.
§ Teknologi
Hambatan teknologi disini terkait dengan keadaan goegrafi & cuaca dimana dibutuhkan kesesuaian antara teknologi dengan kedua hal tersebut. Selain itu, rendahnya kualitas beberapa teknologi ET yang diproduksi oleh beberapa negara menyebabkan kekecewaan dikalangan pengguna. Pengalaman kegagalan proyek pemanfaatan sumber ET memberikan gambaran yang negatif di masyarakat, dunia industri dan pengguna lainnya sehingga antusiasme untuk memanfaatkan teknologi ET hingga saat ini belum terlihat secara signifikan.
§ Keuangan
Hambatan finansial merupakan faktor penting dalam penyebaran ET di negara berkembang. Harga teknologi ET yang belum kompetitif dibandingkan harga teknologi energi tidak terbarukan menyebabkan perkembangan teknologi ET menjadi lambat dan cenderung statis. Selain itu bea import teknologi & komponen ET menyebabkan harga jual spare part menjadi mahal. Terlebih, skema pemanfaatan teknologi ET banyak dilakukan di wilayah pedesaan yang mayoritas penduduknya berpenghasilan rendah sehingga harga beli komponen teknologi ET belum menjadi prioritas masyarakat miskin.
§ Kognitif
Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan pengguna ET yang dalam hal ini telah dikecewakan oleh teknologi ET. Timbulnya ketidakpercayaan terhadap teknologi ET dikalangan awam baik untuk rumah tangga, dunia usaha, perusahaan pensuplay listrik dan pemerintah dikarenakan teknologi ET tidak berfungsi dengan baik atau perawatan purna jual yang sangat buruk. Hal ini terjadi karena minimnya informasi mengenai ET dilapangan (grees road) terutama di negara berkembang yang memiliki projek pemanfaatan ET. Tidak adanya perawatan setelah instalasi disebabkan karena beberapa hal yang salah satunya akibat kurangnya tenaga ahli di lapangan. Secara umum, pertimbangan akan keuntungan dan karakteristik ET masih sangat kurang. Hal ini terlihat dari minimnya jumlah rumah tangga atau dunia usaha yang memperhitungkan sumber ET dalam sumber energi kebutuhan rumah tangga atau usaha. Selain itu, masih banyak pemikiran pemanfaatan sumber ET dalam skala besar yang jika disesuaikan dengan potensi alam & populasi penduduk tidak direkomendasikan. Hal ini dapat juga disebabkan karena pengalaman akan proyek ET masih sangat sedikit, minimnya data mengenai potensi sumber ET sehingga kajian pemanfaatan sumber ET belum dapat dilakukan secara maksimal.
§ Kelembagaan
Kelembagaan dalam hal ini adalah kelembagaan dalam arti luas yang terdiri dari organisasi kelembagaan dan market dari sektor energi. Dorongan secara kelembagaan baik dari sisi perusahaan, pemerintah dan lembaga ET harus menjadikan ET sebagai teknologi kreatif dalam mensiasati suplay energi terkait kebutuhan infrastruktur dasar masyarakat. Disamping itu, landasan hukum yang kuat memberikan jaminan bagi pelaku industri untuk menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam upaya menerapkan teknologi ET. Skema pengembangan sistem ET yang mengarah pada wilayah pedesaan khususnya hanya sebagai suplay listrik menjadikan nilai keekonomisan teknologi ET tidak dapat dicapai. Terlebih jika negara tersebut tidak memiliki lembaga yang menentukan standar aplikasi teknologi ET.
Pengembangan aplikasi teknologi ET di daerah pedesaan secara ekonomis mengarah pada biaya transaksi yang tinggi, memiliki gap informasi yang cukup besar, kurangnya personil yang terampil dan akses ke pelanggan yang sulit. Sehingga pengkajian & penerapan teknologi ET di wilayah pedesaan membutuhkan waktu yang relatif lama.
2. Kondisi yang diharapkan
Kondisi yang diharapkan berarti kondisi tanpa adanya hambatan berarti. Kondisi ini dapat diciptakan jika kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah mengakomodasi kepentingan seluruh stakeholders dan tetap bertanggungjawab.
§ Teknologi
Terkait dengan teknologi, kondisi yang diharapkan adalah keberadaan teknologi baik teknis maupun kualitas yang dipilih berdasarkan keadaan geografi & cuaca diwilayah proyek dan sesuai dengan kebutuhan serta sosial budaya pengguna. Intervensi pemanfaatan teknologi tidak dapat dilakukan jika potensi sekitar tidak mendukung. Seperti pembuatan stasiun pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) tanpa melakukan analisa data sehingga akan tejadi ketidaknyamanan atau kegagalan suplay energi. Hal ini sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan pemanfaatan teknologi ET hingga mencapai nilai keekonomisan. Pemanfaatan technology discrete system akan lebih efisien dari sisi teknologi, biaya, perawatan dan lahan yang digunakan sehingga teknologi yang dipilih adalah teknologi ET yang sesuai dengan potensi sumber ET setempat & digunakan sesuai dengan kapasitas yang ada & sesuai dengan kebutuhan prioritas masyarakat sekitar. Tinjauan akan suksesnya pemanfaatan teknologi ini dapat ditentukan dari penggunaan standar yang telah ditentukan, kesesuaian teknologi dengan geografis wilayah dan tetap berfungsinya teknologi tersebut hingga waktu yang telah ditentukan.
§ Keuangan
Salah satu skema pendanaan pemanfaatan teknologi ET adalah dengan tersedianya skema kredit teknologi ET. Beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti Savordaya di Sri Lanka atau Grameen Shakti di Bangladesh yang memperoleh dana hibah dari lembaga donor membuat skema kredit pemanfaatan teknologi ET. Pengalaman dalam dan luar negeri menunjukkan bahwa hidah teknologi ET dari lembaga donor ke masyarakat pengguna menyebabkan program gagal. Hal ini dikarenakan tidak ada rasa kepemilikan masyarakat pengguna dan tidak adanya perawatan teknologi hibah tersebut. Disisi lain, pemerintah juga dapat menerapkan sistem subsidi yang sama dengan sumber energi fosil, perusahaan sumber energi fosil wajib memberikan dana CSR pada pengembangan pemanfaatan sumber ET. Tidak kalah pentingnya adalah insentif & bebas bea impor bagi teknologi & komponen teknologi ET sehingga daya saing antara teknologi energi tidak terbarukan dan teknologi ET akan semakin kompetitif.
§ Kognitif
Kondisi kognitif yang baik adalah populasi yang menghargai dan memberikan informasi mengenai keuntungan dan resiko teknologi ET. Sektor rumah tangga telah dapat mengakses manfaat teknologi ET yang penentuannya telah dikonsultasikan pada konsultan ET yang dapat memberikan saran-saran terkait pemanfaatan teknologi ET. Sektor usaha telah memiliki akses terhadap informasi yang dibutuhkan mengenai kemampuan teknis teknologi ET dan pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada pemanfaatan teknologi ET. Kondisi ini dapat dicapai jika informasi mengenai ET telah terbuka secara lebar, intensitas diskusi antara stakeholders ET semakin berpihak terhadap partisipasi masyarakat umum sebagai pengguna dan adanya jaminan pencapaian nilai keekonomisan teknologi ET. Projek internasional yang merupakan media transfer teknologi & pengetahuan dari negara industri ke negara berkembang terus dilakukan dalam upaya peningkatan kualitas SDM energi terbarukan. Tidak kalah pentingnya lagi adanya integrasi antara pemanfaatan teknologi ET dan pengembangan sistem pendidikan yang bermuatan teknologi ET dan promosi teknologi ET di dunia pendidikan.
§ Kelembagaan
Terdapat beberapa hal kelembagaan yang menjadi penentu kesuksesan pemanfaatan ET di negara berkembang. Hal mendasar yang sudah banyak dilakukan adalah memasukkan ET dalam kebijakan energi. Beberapa contoh negara berkembang yang sudah memasukkan ET dalam kebijakan energi adalah China (5% ET hingga tahun 2010), India (10% ET hingga tahun 2012), Pakistan (10% ET hingga tahun 2012), Tunisia (25% ET hingga tahun 2010) dan Indonesia (17% EBT hingga tahun 2025). Selain itu, kebijakan peningkatan kerjasama antara pemerintah dan swasta melalui konsep independent power producers (IPPs) harus disemakin dibuka dengan mempertimbangkan harga jual pihak swasta ke pemerintah.
Disisi lain eksistensi organisasi swadaya masyarakat, pelaku bisnis ET dan pemerintahan memainkan peran penting dalam mempromosikan pemanfaatan ET dan menciptakan kondisi yang lebih kondusif. Tidak kalah pentingnya dibutuhkan badan nasional yang dapat mendorong pemanfaatan ET seperti India Renewable Energy Development Agency (IREDA), Chinese Renewable Energy Industries Association (CREIA) dan New and Renewable Energy Authority (NREA) di Mesir.
Gambaran di atas memberikan penjelasan bahwa dalam upaya memfasilitasi pengembangan pasar pengguna ET maka peran pemerintah dan lembaga donor (bantuan, training dan pertimbangan bisnis) sangat penting demi tercapainya kesuksesan. Usaha yang harus dilakukan oleh stakeholders energi terbarukan adalah mencari solusi kendala-kendala yang ditemukan dan menciptakan kondisi yang kondusif demi suksesnya program pemanfaatan sumber energi terbarukan.
Daftar pustaka
1. International Energy Agency (2003). Renewables Information.
2. DR. Danyel Reiche (2004). Obstacles and Success Conditions for Renewable Energy in Developing Countries. Elsevier Ltd
Sumber :http://pijar.org/content/view/205/68/
Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan pengguna ET yang dalam hal ini telah dikecewakan oleh teknologi ET. Timbulnya ketidakpercayaan terhadap teknologi ET dikalangan awam baik untuk rumah tangga, dunia usaha, perusahaan pensuplay listrik dan pemerintah dikarenakan teknologi ET tidak berfungsi dengan baik atau perawatan purna jual yang sangat buruk. Hal ini terjadi karena minimnya informasi mengenai ET dilapangan (grees road) terutama di negara berkembang yang memiliki projek pemanfaatan ET. Tidak adanya perawatan setelah instalasi disebabkan karena beberapa hal yang salah satunya akibat kurangnya tenaga ahli di lapangan. Secara umum, pertimbangan akan keuntungan dan karakteristik ET masih sangat kurang. Hal ini terlihat dari minimnya jumlah rumah tangga atau dunia usaha yang memperhitungkan sumber ET dalam sumber energi kebutuhan rumah tangga atau usaha. Selain itu, masih banyak pemikiran pemanfaatan sumber ET dalam skala besar yang jika disesuaikan dengan potensi alam & populasi penduduk tidak direkomendasikan. Hal ini dapat juga disebabkan karena pengalaman akan proyek ET masih sangat sedikit, minimnya data mengenai potensi sumber ET sehingga kajian pemanfaatan sumber ET belum dapat dilakukan secara maksimal.
§ Kelembagaan
Kelembagaan dalam hal ini adalah kelembagaan dalam arti luas yang terdiri dari organisasi kelembagaan dan market dari sektor energi. Dorongan secara kelembagaan baik dari sisi perusahaan, pemerintah dan lembaga ET harus menjadikan ET sebagai teknologi kreatif dalam mensiasati suplay energi terkait kebutuhan infrastruktur dasar masyarakat. Disamping itu, landasan hukum yang kuat memberikan jaminan bagi pelaku industri untuk menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam upaya menerapkan teknologi ET. Skema pengembangan sistem ET yang mengarah pada wilayah pedesaan khususnya hanya sebagai suplay listrik menjadikan nilai keekonomisan teknologi ET tidak dapat dicapai. Terlebih jika negara tersebut tidak memiliki lembaga yang menentukan standar aplikasi teknologi ET.
Pengembangan aplikasi teknologi ET di daerah pedesaan secara ekonomis mengarah pada biaya transaksi yang tinggi, memiliki gap informasi yang cukup besar, kurangnya personil yang terampil dan akses ke pelanggan yang sulit. Sehingga pengkajian & penerapan teknologi ET di wilayah pedesaan membutuhkan waktu yang relatif lama.
2. Kondisi yang diharapkan
Kondisi yang diharapkan berarti kondisi tanpa adanya hambatan berarti. Kondisi ini dapat diciptakan jika kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah mengakomodasi kepentingan seluruh stakeholders dan tetap bertanggungjawab.
§ Teknologi
Terkait dengan teknologi, kondisi yang diharapkan adalah keberadaan teknologi baik teknis maupun kualitas yang dipilih berdasarkan keadaan geografi & cuaca diwilayah proyek dan sesuai dengan kebutuhan serta sosial budaya pengguna. Intervensi pemanfaatan teknologi tidak dapat dilakukan jika potensi sekitar tidak mendukung. Seperti pembuatan stasiun pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) tanpa melakukan analisa data sehingga akan tejadi ketidaknyamanan atau kegagalan suplay energi. Hal ini sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan pemanfaatan teknologi ET hingga mencapai nilai keekonomisan. Pemanfaatan technology discrete system akan lebih efisien dari sisi teknologi, biaya, perawatan dan lahan yang digunakan sehingga teknologi yang dipilih adalah teknologi ET yang sesuai dengan potensi sumber ET setempat & digunakan sesuai dengan kapasitas yang ada & sesuai dengan kebutuhan prioritas masyarakat sekitar. Tinjauan akan suksesnya pemanfaatan teknologi ini dapat ditentukan dari penggunaan standar yang telah ditentukan, kesesuaian teknologi dengan geografis wilayah dan tetap berfungsinya teknologi tersebut hingga waktu yang telah ditentukan.
§ Keuangan
Salah satu skema pendanaan pemanfaatan teknologi ET adalah dengan tersedianya skema kredit teknologi ET. Beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti Savordaya di Sri Lanka atau Grameen Shakti di Bangladesh yang memperoleh dana hibah dari lembaga donor membuat skema kredit pemanfaatan teknologi ET. Pengalaman dalam dan luar negeri menunjukkan bahwa hidah teknologi ET dari lembaga donor ke masyarakat pengguna menyebabkan program gagal. Hal ini dikarenakan tidak ada rasa kepemilikan masyarakat pengguna dan tidak adanya perawatan teknologi hibah tersebut. Disisi lain, pemerintah juga dapat menerapkan sistem subsidi yang sama dengan sumber energi fosil, perusahaan sumber energi fosil wajib memberikan dana CSR pada pengembangan pemanfaatan sumber ET. Tidak kalah pentingnya adalah insentif & bebas bea impor bagi teknologi & komponen teknologi ET sehingga daya saing antara teknologi energi tidak terbarukan dan teknologi ET akan semakin kompetitif.
§ Kognitif
Kondisi kognitif yang baik adalah populasi yang menghargai dan memberikan informasi mengenai keuntungan dan resiko teknologi ET. Sektor rumah tangga telah dapat mengakses manfaat teknologi ET yang penentuannya telah dikonsultasikan pada konsultan ET yang dapat memberikan saran-saran terkait pemanfaatan teknologi ET. Sektor usaha telah memiliki akses terhadap informasi yang dibutuhkan mengenai kemampuan teknis teknologi ET dan pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada pemanfaatan teknologi ET. Kondisi ini dapat dicapai jika informasi mengenai ET telah terbuka secara lebar, intensitas diskusi antara stakeholders ET semakin berpihak terhadap partisipasi masyarakat umum sebagai pengguna dan adanya jaminan pencapaian nilai keekonomisan teknologi ET. Projek internasional yang merupakan media transfer teknologi & pengetahuan dari negara industri ke negara berkembang terus dilakukan dalam upaya peningkatan kualitas SDM energi terbarukan. Tidak kalah pentingnya lagi adanya integrasi antara pemanfaatan teknologi ET dan pengembangan sistem pendidikan yang bermuatan teknologi ET dan promosi teknologi ET di dunia pendidikan.
§ Kelembagaan
Terdapat beberapa hal kelembagaan yang menjadi penentu kesuksesan pemanfaatan ET di negara berkembang. Hal mendasar yang sudah banyak dilakukan adalah memasukkan ET dalam kebijakan energi. Beberapa contoh negara berkembang yang sudah memasukkan ET dalam kebijakan energi adalah China (5% ET hingga tahun 2010), India (10% ET hingga tahun 2012), Pakistan (10% ET hingga tahun 2012), Tunisia (25% ET hingga tahun 2010) dan Indonesia (17% EBT hingga tahun 2025). Selain itu, kebijakan peningkatan kerjasama antara pemerintah dan swasta melalui konsep independent power producers (IPPs) harus disemakin dibuka dengan mempertimbangkan harga jual pihak swasta ke pemerintah.
Disisi lain eksistensi organisasi swadaya masyarakat, pelaku bisnis ET dan pemerintahan memainkan peran penting dalam mempromosikan pemanfaatan ET dan menciptakan kondisi yang lebih kondusif. Tidak kalah pentingnya dibutuhkan badan nasional yang dapat mendorong pemanfaatan ET seperti India Renewable Energy Development Agency (IREDA), Chinese Renewable Energy Industries Association (CREIA) dan New and Renewable Energy Authority (NREA) di Mesir.
Gambaran di atas memberikan penjelasan bahwa dalam upaya memfasilitasi pengembangan pasar pengguna ET maka peran pemerintah dan lembaga donor (bantuan, training dan pertimbangan bisnis) sangat penting demi tercapainya kesuksesan. Usaha yang harus dilakukan oleh stakeholders energi terbarukan adalah mencari solusi kendala-kendala yang ditemukan dan menciptakan kondisi yang kondusif demi suksesnya program pemanfaatan sumber energi terbarukan.
Daftar pustaka
1. International Energy Agency (2003). Renewables Information.
2. DR. Danyel Reiche (2004). Obstacles and Success Conditions for Renewable Energy in Developing Countries. Elsevier Ltd
Sumber :http://pijar.org/content/view/205/68/